Pada masa ini, terbentuk berbagai organisasi baik bersifat kedaerahan maupun terpusat, baik bersifat politik maupun tidak. Tujuan pembentukan organisasi itu tiada lain hanya untuk mempersatukan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke agar bisa lepas dari cengkraman penjajah.
Hingga akhirnya perjuangan para pemuda untuk menggalang persatuan sampai pada titik klimaks, yaitu Sumpah Pemuda.
PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
***
Kedatangan Sekutu dan NICA
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, Sekutu menugaskan Jepang untuk mempertahankan keadaan seperti adanya (status quo) sampai dengan kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia. Di lain pihak, bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang sibuk melakukan upaya-upaya perebutan kedaulatan dari tangan Jepang. Selain itu, rakyat juga berusaha untuk memperoleh senjata dari tangan Jepang. Karena pihak Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya, terjadilah pertempuran-pertempuran dahsyat di berbagai daerah.
Pasukan Sekutu yang bertugas masuk ke Indonesia adalah tentara Kerajaan Inggris yang terbagi atas:
  1. SEAC (South East Asia Command) dibawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten untuk wilayah Indonesia bagian barat,
  2. SWPC (South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bagian barat, Mounbatten membentuk AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) dibawah pimpinan Letnan Jendral Philip Christison.
Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut.
  1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
  2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
  3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
  4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
  5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan pengadilan.
Kontak Fisik Indonesia dengan Sekutu (Belanda) di Berbagai Daerah
Kedatangan pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda memberikan sambutan tembakan selamat datang. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan pengakuan sedara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak saat itu, pasukan AFNEI diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat RI di daerah-daerah untuk membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi dukungan kepada pihak Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana Helfrich, memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Pertempuran di Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober, Brigade
b. Kongres Pemuda Indonesia
Dalam sejarah nasional terlihat perjuangan pemuda yang menentukan. Mereka mendirikan perkumpulan pemuda yang pertama: Tri Koro Dharmo (tiga tujuan mulia) Jakarta pada tanggal 7 Maret 1915. Keanggotaannya hanya meliputi pemuda Jawa, Madura dan Bali. Tujuannya: Menghimpun dan menyebarkan pengetahuan, memajukan kebudayaan dan kesenian.
Perkumpulan pemuda/mahasiswa di Belanda disebut Indische vereniging (1908), kemudian akibat pengaruh Tiga Serangkai dari PI yang mengalami hukuman ekternering ke negeri Belanda. IV diobah menjadi: Indonesische-vereniging (1922) atau Perhimpunan Indonesia di dunia Internasional dengan tuntutannya: Indonesia merdeka. Pengaruhnya ke Indonesia cukup besar dengan berdirinya Studi Club, seperti Indonesische Studi Club di Surabaya dan Algemene Studi Club di Bandung dan memupuk semangat nasionalisme-radikal. Tri Koro Dharmo dalam kogresnya I di Solo (1918) atas kehendak kongres dirobah menjadi: Jong Java. Mengikuti jejak pemuda Jawa maka pemuda Sumatra tanggal 9 Desember 1918 pun dibentuk Jong Sumatera Bond. Sejak itu berdirilah organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan seperti Jong Slebes, Jong Minahasa, Jong Ambon. Pada tahun 1925 sebagian dari Jong Java memisahkan diri dan membentuk organisasi baru Jong Islamiten Bond. Disamping itu berdiri pula: Perhimpunan Pelajar- Pelajar Indonesia (PPI) yang mendidik para angota sebagai kader pejuang di Bandung berdiri pula: Pemuda Indonesia. Semangat nasional (nasionale geest) semakin tumbuh dikalangan organisasi pemuda ini, terutama setelah mendapat pengaruh dari P.I. Namun demikian berbagai organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan membahayakan kepada cita-cita perjuangan kemerdekaan nasional.
Untuk mempersatukan semua organisasi menjadi satu, maka atas inisiatip beberapa organisasi pemuda diadakanlah kongres Pemuda I 30 April s.d. 2 Mei 1926 di Jakarta. Dalam kongres I ini tujuan peleburan (fusi) beberapa organisasi pemuda itu menjadi satu belum tercapai, tetapi kesadaran akan manfaat persatuan dan kesatuan itu telah tumbuh.
1) Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam di dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan Kongres Pemuda Indonesia yang pertama. Kongres itu diikuti oleh semua perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan.
Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bahasa, dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak di kemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabungan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.
2) Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu antara lain Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon, dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
Susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah sebagai berikut.
Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI
Wakil Ketua : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond
Pembantu I : Johan Moh. Cai dari Jong Islamiten Bond
Pembantu II : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Celebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. Persidangan yang dilaksanakan selama tiga kali.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, ketua PPI Soegondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Kongres tersebut berhasil mengambil keputusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin, dan dibacakan oleh ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda pelajar Indonesia. Walaupun organisasi peserta kongres masih merupakan organisasi pemuda kedaerahan, mereka ikhlas melepaskan sifat kedaerahannya. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri ke dalam satu wadah yang telah disepakati bersama, yaitu Indonesia Muda. Kemudian kongres pemuda tanggal 28 Desember 1930-2 Januari 1931 di Jakarta
Tujuan adalah :
1. Memperkuat persatun pemuda-pelajar
2. Memperktiat kesadaran, bahwa mereka anak satu bangsa yang bertanah air satu Indonesia Raya.
Ketetapan kongres tanggal 31 Desember 1930 di Jakarta itu menerima syah bahwa lagu Indonesia Raya bendera Sang Merah Putih diakui sebagai warna persatuan. Jelaslah bahwa semangat nasional yang ditempa pada tanggal 28 Oktober telah memberi arah sasaran perjuangan kemerdekaan Indonesia yang akan sampai pada klimaksnya dengan kemauan nasional (nationale will) pada tanggal 17 Agustus 1945.

Note :
“Mulai” adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah, “mulai”. Tapi juga sangat mengherankan, pekerjaan apa yang dapat kita selesaikan kalau kita hanya “memulainya”.

Categories:

Leave a Reply